Selamat datang di Assunnah Shop

Siapa berkewajiban mengurus rumah jika istri juga bekerja?

Sabtu, 16 Februari 20130 komentar

















Assalamu'alaikum ustadz, jika ada seorang istri dan kebetulan sama2 bekerja. apakah tugas rumah ada pembagian tugas khusus untuk suami yang wajib harus melakukannya seperti menyuci, memasak dan tugas rumah lain,misal jika istri menyuci maka suami yang memasak, dalam hal ini sang istri mengeluhkan dengan kerjaan rumahnya dan mengeluhkan dengan capeknya dan kadang jadi emosional dan suaranya keras terhadap suami. sang suami sudah menasehati tentang tugas istri dan sudah sedikit membantu dengan memasak, tapi masih dikeluhkan.

Jawab :

وعليكم السلام ورحمة الله وبركاته

Perlu diketahui bahwa setiap pasangan harus mempergauli pasangannya dengan pergaulan yang baik, Allah ta'ala berfirman:

وَعَاشِرُوهُنَّ بِالْمَعْرُوفِ فَإِنْ كَرِهْتُمُوهُنَّ فَعَسَى أَنْ تَكْرَهُوا شَيْئًا وَيَجْعَلَ 
اللَّهُ فِيهِ خَيْرًا كَثِيرًا (النساء:19

Dan pergaulilah mereka (istri kalian) secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak.

Dalam ayat lain Allah berfirman:

وَلَهُنَّ مِثْلُ الَّذِي عَلَيْهِنَّ بِالْمَعْرُوفِ.. ( البقرة:228

...Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. 

Al-Ma'ruf maksudnya adalah sesuatu hal yang sudah menjadi kebiasaan baik masyarakat seperti Akhlaq yang bagus dan Adab mulia. Termasuk hal tersebut adalah mentaati suami dan melayaninya, dalil dari hal ini adalah:

Pertama:

حَدَّثَنَا عَلِيٌّ، أَنَّ فَاطِمَةَ عَلَيْهَا السَّلاَمُ اشْتَكَتْ مَا تَلْقَى مِنَ الرَّحَى مِمَّا تَطْحَنُ، فَبَلَغَهَا أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أُتِيَ بِسَبْيٍ، فَأَتَتْهُ تَسْأَلُهُ خَادِمًا، فَلَمْ تُوَافِقْهُ، فَذَكَرَتْ لِعَائِشَةَ، فَجَاءَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، فَذَكَرَتْ ذَلِكَ عَائِشَةُ لَهُ، فَأَتَانَا، وَقَدْ دَخَلْنَا مَضَاجِعَنَا، فَذَهَبْنَا لِنَقُومَ، فَقَالَ: «عَلَى مَكَانِكُمَا» . حَتَّى وَجَدْتُ بَرْدَ قَدَمَيْهِ عَلَى صَدْرِي، فَقَالَ: «أَلاَ أَدُلُّكُمَا عَلَى خَيْرٍ مِمَّا سَأَلْتُمَاهُ، إِذَا أَخَذْتُمَا مَضَاجِعَكُمَا فَكَبِّرَا اللَّهَ أَرْبَعًا وَثَلاَثِينَ، وَاحْمَدَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، وَسَبِّحَا ثَلاَثًا وَثَلاَثِينَ، فَإِنَّ ذَلِكَ خَيْرٌ لَكُمَا مِمَّا سَأَلْتُمَاهُ»

Telah bercerita kepada kami 'Ali bahwa Fathimah 'alaihas salam pernah mengeluh tentang apa yang dialaminya karena menumbuk dan menggiling tepung. Kemudian ia mendapat berita bahwa Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam mendapatkan tawanan, maka ia datangi Beliau sekaligus ia minta seorang pembantu namun Beliau tidak setuju. Kemudian Fathimah menceritakan perkaranya kepada 'Aisyah. Ketika Rasulullah Shallallahu'alaiwasallam datang, 'Aisyah menceritakannya kepada Beliau. Maka Beliau mendatangi kami berdua saat kami sudah masuk ke tempat tidur kami untuk beristirahat lalu Beliau berkata: "Tetaplah kalian disitu". Hingga aku mendapatkan kedua kaki Beliau yang dingin di dekat dadaku. Beliau bersabda: "Maukah kalian berdua aku tunjukkan sesuatu yang lebih baik dari apa yang kalian berdua pinta, yaitu jika kalian sudah berada di tempat tidur kalian, bacalah takbir (Allahu Akbar) tiga puluh empat kali, hamdalah (alhamdulillah) tiga puluh tiga kali dan tasbih (subhaanallah) tiga puluh tiga kali karena sesungguhnya bacaan-bacaan ini lebih baik dari apa yang kalian berdua memintanya". HR. Bukhari no.3113


Kedua :

عَنْ أَسْمَاءَ بِنْتِ أَبِي بَكْرٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمَا، قَالَتْ: تَزَوَّجَنِي الزُّبَيْرُ، وَمَا لَهُ فِي الأَرْضِ مِنْ مَالٍ وَلاَ مَمْلُوكٍ، وَلاَ شَيْءٍ غَيْرَ نَاضِحٍ وَغَيْرَ فَرَسِهِ، فَكُنْتُ أَعْلِفُ فَرَسَهُ وَأَسْتَقِي المَاءَ، وَأَخْرِزُ غَرْبَهُ وَأَعْجِنُ، وَلَمْ أَكُنْ أُحْسِنُ أَخْبِزُ، وَكَانَ يَخْبِزُ جَارَاتٌ لِي مِنَ الأَنْصَارِ، وَكُنَّ نِسْوَةَ صِدْقٍ، وَكُنْتُ أَنْقُلُ النَّوَى مِنْ أَرْضِ الزُّبَيْرِ الَّتِي أَقْطَعَهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَلَى رَأْسِي، وَهِيَ مِنِّي عَلَى ثُلُثَيْ فَرْسَخٍ، فَجِئْتُ يَوْمًا وَالنَّوَى عَلَى رَأْسِي، فَلَقِيتُ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنَ الأَنْصَارِ، فَدَعَانِي ثُمَّ قَالَ: «إِخْ إِخْ» لِيَحْمِلَنِي خَلْفَهُ، فَاسْتَحْيَيْتُ أَنْ أَسِيرَ مَعَ الرِّجَالِ، وَذَكَرْتُ الزُّبَيْرَ وَغَيْرَتَهُ وَكَانَ أَغْيَرَ النَّاسِ، فَعَرَفَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَنِّي قَدِ اسْتَحْيَيْتُ فَمَضَى، فَجِئْتُ الزُّبَيْرَ فَقُلْتُ: لَقِيَنِي رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ، وَعَلَى رَأْسِي النَّوَى، وَمَعَهُ نَفَرٌ مِنْ أَصْحَابِهِ، فَأَنَاخَ لِأَرْكَبَ، فَاسْتَحْيَيْتُ مِنْهُ وَعَرَفْتُ غَيْرَتَكَ، فَقَالَ: وَاللَّهِ لَحَمْلُكِ النَّوَى كَانَ أَشَدَّ عَلَيَّ مِنْ رُكُوبِكِ مَعَهُ، قَالَتْ: حَتَّى أَرْسَلَ إِلَيَّ أَبُو بَكْرٍ بَعْدَ ذَلِكَ بِخَادِمٍ تَكْفِينِي سِيَاسَةَ الفَرَسِ، فَكَأَنَّمَا أَعْتَقَنِي." 


Asma` binti Abu Bakar radliallahu 'anhuma ia berkata; Az Zubair bin Awwam menikahiku. Saat itu, ia tidak memiliki harta dan tidak juga memiliki budak serta tidak memiliki apa-apa kecuali alat penyiram lahan dan seekor kuda. Maka akulah yang memberi makan dan minum kudanya, menjahit timbanya serta membuatkan adonan roti. Padahal aku bukanlah seorang yang pandai membuat roti. Karena itu, para tetanggaku dari kaum Anshar-lah yang membuatkan roti. Aku memindahkan biji kurma dari kebun Az Zubair yang telah ditetapkan oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam di atas kepalaku. Tanah itu dariku atas duapertiga Farsakh. Suatu hari aku datang sementara biji kurma ada di atas kepalaku. Lalu aku berjumpa dengan Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam yang sedang bersama beberapa orang dari kaum Anshar. Beliau kemudian memanggilku dan bersabda: "Hei, hei, rupanya beliau berhasrat untuk menaikkanku diatas kendaraan di belakangnya. Namun, aku malu untuk berjalan bersama para lelaki dan aku ingat akan kecemburuan Az Zubair, ia adalah orang yang paling pencemburu. Maka Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam pun tahu bahwa aku malu, hingga beliau pun berlalu. Setelah itu, aku pun menemui Az Zubair dan berkata, "Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menemuiku sementara di atas kepalaku ada biji kurma. Sedangkan beliau sedang bersama beberapa orang dari kalangan Anshar, lalu beliau mempersilahkan agar aku naik kendaraan, namun aku malu dan juga tahu akan kecemburuanmu." Maka Az Zubair pun berkata, "Demi Allah, kamu membawa biji kurma itu adalah lebih besar bagiku daripada engkau naik kendaraan bersama beliau." Akhirnya Abu Bakar pun mengutuskan seorang khadim yang dapat mencukupi pekerjaanku untuk mengurusi kuda. Dan seolah-olah ia telah membebaskanku. HR. Bukhari no. 5224 dan Muslim no. 2182

Dari Hadits diatas bisa disimpulkan bahwa Nabi shallallahu alaihi wa sallam tidak mengingkari Ali bin Abi Thalib dan Zubair Ibnu Al-Awwam Radhiyallahu 'anhuma atas muamalah mereka terhadap istri-istri mereka, Nabi pun tidak mengingkari hal tersebut dari sahabat-sahabat lainnya, padahal tidak menutup kemungkinan ada istri-istri pada zaman itu yang melaksanakan pekerjaan rumah tangga dengan terpaksa.

Meski demikian tidak selayaknya suami bersantai di rumah sedangkan istrinya berjibaku dan bersusah payah mengerjakan pekerjaan rumah. Seharusnya para suami mencontoh apa yang dilakukan Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam ketika berada di rumah, dalam salah satu riwayat dari Al-Aswad disebutkan:

سَأَلْتُ عَائِشَةَ مَا كَانَ النَّبِيُّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يَصْنَعُ فِي بَيْتِهِ؟ قَالَتْ: «كَانَ يَكُونُ فِي مِهْنَةِ أَهْلِهِ - تَعْنِي خِدْمَةَ أَهْلِهِ - فَإِذَا حَضَرَتِ الصَّلاَةُ خَرَجَ إِلَى الصَّلاَةِ

"Aku pernah bertanya kepada 'Aisyah tentang apa yang dikerjakan Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika berada di rumah. Maka 'Aisyah pun menjawab, "Beliau selalu membantu keluarganya, jika datang waktu shalat maka beliau keluar untuk melaksanakannya. HR. Bukhari no.676

Tulisan ini disusun ulang dari Keterangan Dr. Muhammad Sa'd al-Yubi (salah seorang pengajar di Universitas Islam Madinah Arab Saudi), lih. http://ar.islamway.net/fatwa/2283
8/2/2013.

Kami menukilnya karena dalil yang beliau bawakan cukup kuat. Meski demikian perlu dicamkan bahwa tugas istri yang harus ia kerjakan adalah pekerjaan yang memang umum dikerjakan oleh istri-istri di masyarakat di mana ia tinggal dan pekerjaan tersebut tidak boleh lebih berat dari apa yang ia mampu, pekerjaan tersebut juga tidak boleh membahayakan istri.
Lih. Asy-Syarh al-Mumti' ala Zad al-Mustaqni' oleh syaikh Utsaimin 12/383 Dar Ibnu al-Jauzi. Cet Pertama 1422 H

Apabila suami mengizinkan istri atau memerintahkannya untuk bekerja (pekerjaan sesuai syariat) maka seharusnya suami menyadari bahwa keadaan istrinya tidak seperti ibu-ibu rumah tangga yang memang hanya mengurus rumah, oleh karena itu suami seharusnya memaklumi jika rumahnya tidak terurus atau ia kurang mendapatkan pelayanan ketika istrinya sedang kelelahan.

Meski demikian, tidak boleh bagi seorang istri untuk meninggikan nada suaranya kepada suami karena ini termasuk penentangan terhadap suami yang terlarang.

Diantara jalan keluarnya adalah buatlah kesepakatan dengan istri (ketika istri terpaksa bekerja) tentang pembagian tugas dan kewajiban masing-masing, untuk kemudian setiap individu komitmen dengan kesepakatan yang telah dibuat.

Perlu diketahui bahwa idealnya adalah suami memenuhi kebutuhan nafkah rumah tangga dan istri di rumah mendidik anak serta mengerjakan pekerjaan rumah tangga. 

Semoga Allah ta'ala memudahkan Anda dan istri untuk mencapai keluarga yang sakinah dan selalu dalam perlindungan Allah ta'ala. 

وصلى الله على نبينا محمد وعلى آله وصحبه وسلم

Oleh : Ustadz Mukhsin Suaidi, Lc

Sumber: Salam Dakwah
Share this article :

Posting Komentar

 
Copyright © 2012. Assunnah Shop - All Rights Reserved